Tes Potensi Akademik

Selasa, 22 April 2014

Borobudur - for the first time (2end)

Hai bertemu lagi dengan kami yang untuk pertama kalinya berwisata ke Borobudur. :-D

Apa yang kalian rasakan saat melihat bangunan tua nan bersejarah itu tepat berada di depan mata kalian?

Senang luar biasa. Senang banget dong. Bisa berkunjung ke candi yang hanya bisa dilihat dari buku-buku pelajaran IPS saat SD, yang hanya bisa dilihat lewat siaran TV. Apalagi untuk kami berdua duo es (Sulawesi dan Sumatera) hahaha.

      Sesaat setelah sampai depan pintu gerbang menuju Candi, terlebih dahulu kami melepas lelah. Bukan melepas sepatu apalagi melepas baju. Ditambah lagi cuaca memang sungguh sangat panas hari itu. Sambil menunggu para pria selesai jum’atan, kami menumpang berteduh dari teriknya sengatan matahari di bawah pohon di sekitar loket penjualan tiket masuk. Begitu jum’atan selesai, kami pun langsung menuju masjid tersebut. Ada sesuatu yang tidak terduga terjadi selepas kami keluar dari masjid. Saat akan mengenakan sepatu, aku,  sambil celingak-celinguk ke sana ke mari mencari sesuatu.

“ngapain Petri?” Kata ka Maya.
“sepatu aku ga ada, ka Maya” jawabku.
“coba cari di tempat mas yang lagi ngelap sepatu itu” kata ka Maya lagi.
“udah dicari tapi kok ga ada ya, di situ yang ada Cuma warna hitam” kataku.
‘coba tanya mas nya, Petri” lanjut ka Maya.

         Aku pun menanyakan perihal sepatuku yang hilang entah ke mana tersebut. Menurut keterangan dari mas yang ngelap sepatu, dari tadi hanya ada sepatu warna hitam itu di situ, dia ga melihat keberadaan sepatu aku yang berwarna coklat. Dan pada akhirnya aku merelakan untuk membeli sendal baru di kios penjual cinderamata. Sepertinya sepatu itu sudah bertukar pemilik. Emang dasar sepatu pasaran yah, banyak yang sama. Hihihi
Setelah pengurusan sepatu beres, kami pun menuju loket penjualan karcis masuk. Yes, akhirnya kesampaian juga melihat langsung candi ini gumamku dalam hati.
Jarak bangunan candi dari pintu masuk pemeriksaan karcis tersebut lumayan jauh pemirsa. Dan ingat, kami ke sana saat matahari begitu terik dengan sengatan tajamnya. Sebenarnya di luar tadi ada beberapa tawaran untuk menyewa payung, namun ditampik oleh kami. Alasannya apalagi kalau bukan “ini wisata murah meriah”. Ditambah lagi, pengalaman tinggal di Kota Hujan selama 4,5 tahun membuatku selalu membawa payung, walaupun “payung egois” (hanya muat untuk seorang) ke mana pun aku pergi.
Semakin jauh kami melangkah, teriknya mentari semakin terasa. Payung pun kami kembangkan untuk sekedar menahan paparan sinar ultraviolet agar tak mengenai kulit kami. Tsaah, bahasanya, hahaha. Mendekati bangunan candi, kami diberikan selembar kain batik untuk digunakan sebelum menaiki Candi tersebut, dan ini wajib dililitkan ke badan kami. Terserah di bagian mana saja, yang disarankan sih di bagian pinggang ke bawah. Seperti menggunakan kain di pantai itu loh.
Corak kain batiknya seperti ini

Nah beres dengan hal-perihal kain batik ini, kami dihadapkan dengan anak tangga yang sungguh sangat bisa membuat kaki yang tadinya sudah merasa pegel semakin bertambah pegel. Entah ada berapa anak tangga yang kami lalui di bawah terik matahari hari itu untuk sampai ke bangunan utama Candi Borobudur. Ternyata untuk melihat sesuatu yang Masya Allah itu membutuhkan perjuangan yang Naudzubillah.
Ini dia wajah lelah bin kepanasan kami setelah melewati anak tangga yang banyak tadi.
Lelah namun tetap tersenyum cantik

Lelah namun tetap tersenyum cantik

Kami pun menuju bangunan utama Candi dan mulai menaiki anak tangga (lagi). Dan yang lebih menakjubkan, anak tangga di bangunan utama candi malah lebih susah untuk didaki sebab ukuran anak tangga sangat tinggi. kami harus mengangkat lebih tinggi sebelah kaki, untuk dapat melangkah di setiap anak tangganya. Aku yakin dan pasti nenekku tidak akan pernah mau berkunjung ke sini. hahaha

Capek kan? Panas kan ? pegel kan? Haus kan? Namun tetap BAHAGIA

Model payung dadakan (2)
Model payung dadakan (1)



















Dengan sabar dan tentunya dengan tetap mengambil gambar di tiap sudut candi, kami menaiki anak tangga demi anak tangga tersebut. Pada akhirnya sampailah kami di tempat ini.
Masih panas ini, kain batik udah jadi tutup kepala

Gaya kali ini. hahaha


Ah, tempat ini yang sangat ingin aku lihat, stupa-stupa tersusun rapi mencoba membawa kita ke masa Dinasti Syailendra. Seperti apa orang-orang zaman dahulu kala itu membangun tempat ini. Bahkan menurut keterangan yang pernah aku baca, arsitek yang merancangnya beserta konsep-konsep cara berpikirnya masih belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Sedikit mengenai sejarah Candi Borobudur ini, menurut seorang ahli bernama Casparis, berdasarkan interpretasi prasasti Karang Tengah dan prasasti Cri Kahulunan, pendiri Candi Borobudur adalah Samaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa Dinasti Syailendra. Candi ini dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana yang dianut oleh masyarakat pendukungnya pada masa itu (menurut keterangan yang tertulis di papan informasi).

Oke, pelajaran sejarah usai dan kita kembali ke pelajaran wisata lagi.

Lepas jepret sana jepret sini, kami pun istirahat sebentar. Cape bo, panas lagi.
Namun cuaca seperti ini sungguh sangat membuat kami bersyukur, Alhamdulillah. Gak kebayang kalo hari itu mendung dan turun hujan deras. Maka foto-foto ini mungkin takkan pernah ada. Hihihi

 




Melewati pukul 2 siang itu, Alhamdulillah matahari menarik sedikit sinarnya di sekitar bangunan Candi tersebut. Terik berkurang, dan kamera yang kami gunakan memasuki fase “hampir tak bisa digunakan” alias low bat. Kami putuskan untuk jalan-jalan saja sambil sesekali memperhatikan turis asing yang datang hari itu juga. Ada rombongan turis Jepang, Korea, Perancis, dan juga Belanda yang ada bersama kami menikmati objek wisata bersejarah tersebut. darimana kami tau kalau para turis itu berasal dari negara-negara tadi. Dari mana lagi kalau bukan dari hasil “nguping” pembicaraan antar mereka. Hahaha. Ada juga beberapa tour guide yang menggunakan bahasa belanda dan juga Prancis, bukan bahasa Inggris. Kalau Korea, sangat dengan mudah kami tebak berkat hobi menonton drama korea dan mendengarkan kpop. Oh sarangheyo. Hihihi

Dan perjalanan wisata kami pun selesai tepat pukul 3 sore itu. kami turun dan mencari arah keluar dari bangunan Candi. Menyusuri para pedagang cinderamata dan dengan rahmat Allah SWT, sampailah kami ke masjid yang sebelumnya tadi. Aduh masjid apa ya namanya, lupa. Sholat ashar, pergi makan dan say good bye to Candi Borobudur, semoga perjalanan kami kali ini bermanfaat. Aamiin.

“Ka Maya, kapan kita ke mana? “ mengutip pertanyaan yang sering dilontarkan Lela.


Jika kalian punya uang yang lebih, sisihkan agar bisa digunakan berpetualang dan mengunjungi tempat-tempat yang WOW. Jangan hanya untuk membeli barang, karena barang bisa rusak bahkan habis, namun kenangan itu akan tetap ada. 

Kamis, 03 April 2014

Borobudur - for the first time (1)

Borobudur? Tau dong ya itu terdapat di mana. Sudah lama sekali menahan hasrat ingin berkunjung ke salah satu dari 7 keajaiban dunia ini, dan akhirnya, seminggu yang lalu kesampaian juga ke sana. Alhamdulillah.

     Hari jumat 28 Maret 2014. Kelas kuliah pagi dimulai pukul 07.15 WIB. Karena hari itu kelas kami (aku dan ka Maya) hanya ada satu mata kuliah, maka kami memutuskan untuk mengunjungi warisan budaya yang menjadi kebanggaan Indonesia, Borobudur, selepas kelas berakhir. 

     Oh iya, terlebih dahulu aku akan kenalkan siapa ka Maya. She is everything, buat pacarnya. hihihi. Ka Maya ini orang pertama yang aku kenal begitu aku memasuki babak baru di dunia pascasarjana UGM. Masih ingat pertama kali kenalan sama kaka ini di lantai 3 gedung lama FTP UGM. Saat itu aku nanya "mba Maya kapan jadwal pendaftaran ulangnya" kaka ini jawabnya "aku daftar ulangnya semalam". Aku pun bingung, apa iya kantor DAA nya buka sampai malam hari? Setelah mengobrol lama aku pun bisa memahami bahwa yang dimaksud "semalam" oleh ka Maya itu adalah "kemarin". hahaha. Kalau kereta yang dimaksud adalah motor, aku telah paham akan hal itu. Namun, semalam=kemarin, saat ngobrol dengan kaka inilah baru aku paham. Medan oh Medan. Kenal ka Maya dan teman-teman lainnya membuat rasa syukurku semakin bertambah. Aku selalu dikelilingi orang-orang baik dimanapun aku berada. Alhamdulillah. Curhat kan jadinya, aduuh, maap, maap. Back to the topic.


     Sebelumnya aku pernah baca di sebuah blog kalau dari terminal Jombor ada trayek bus Jogja-Borobudur. Oleh karena hal tersebut itulah kami harus ke Jombor untuk mendapatkan bangku di dalam bus tersebut. kami pun mencegat *bahasanya,hahaa* bus kota di depan food park di area lembah UGM. Ternyata dan ternyata tidak ada bus menuju Jombor yang melintas di sekitar situ. Kenek bus pertama yang berhenti mengatakan “ayo naik sini saja, nanti turun di mirota kampus trus nyambung lagi ke Jombor”. WEW, karena kami adalah orang asing di sini, kami pun membiarkan bus pertama itu berlalu dengan harapan nanti akan ada bus berikutnya yang menuju Jombor. Ternyata dan ternyata lagi, bus kedua pun menyarankan hal yang sama seperti bus pertama tadi. Hahaha. akhirnya kami pun menumpang bus kedua tadi tanpa ada harapan akan bus ketiga menuju Jombor. Harap maklum, kami perantau dan hal ini biasa, punya perasaan takut dikibulin, diPHP-in, dan selalu waspada di mana pun berada. *ngomong apa sih?*

     Oke, perjalanan kami dimulai dengan menumpang bus kedua tadi, entah jalur berapa, aku lupa. Kemudian kami turun depan Mirota Kampus dan menunggu bus selanjutnya, D6, yang akan membawa kami menuju terminal Jombor. Perjalanan masih panjang. Tak lama kami menunggu, bus D6 tersebut pun melintas dan akhirnya kami benar-benar akan menuju Jombor. Setibanya di Jombor, apa yang kami cari? Bus yang menuju Borobudur lah ya, masa yang mau ke Solo. hahaha. Kata si bapak2 yang di sekitar jalur bus Borobudur tersebut "tunggu saja mba, sebentar lagi bus nya akan tiba". Maka sekali lagi kami menunggu bus. Pekerjaan menunggu ini memang pekerjaan yang bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun serta untuk apapun termasuk menunggu jodoh. Nah loh mulai ngalor-ngidul ngomongnya.

     Singkat cerita kami pun telah duduk manis sambil kipasan di  dalam bus Borobudur itu. Iya kipasan, karena bus-nya belum dilengkapi dengan AC. Halah sok banget nih aku, biasa pepanasan di jalan juga. hahaha. Bus yang kami tumpangi pun melaju membawa kami ke Borobudur. Walaupun bus itu sering berhenti menaik-turunkan penumpang, Alhamdulillah kami tiba di Borobudur sejam setelah keberangkatan kami. Selama sejam perjalanan itu aku sempat minta ijin ke ka Maya untuk tidur. Sumpah ngantuk banget tapi karena sungguh sangat panas dan gerah, mataku tak kunjung terpejam. Kipasan mulu. hahaha.

    Sesampainya di terminal mini di Borobudur, kami pun disambut dengan para tukang becak dan delman yang menawarkan jasa pengantaran hingga depan pintu gerbang Candi Borobudur. Satu delman ditawari harga 15 ribu untuk 4 hingga 5 orang dalam satu delman tersebut. Sedangkan untuk becak 10 ribu untuk berdua. Karena hanya aku dan ka Maya, maka kami pun memutuskan untuk memilih sang becak. Tanpa tawar-menawar lagi, kami pun diantar oleh bapak becak hingga depan pintu gerbang Candi Borobudur. Ternyata eh ternyata, jarak dari terminal mini tadi hingga pintu gerbang lumayan dekat. Tak apalah, sebagai pengalaman dan juga turut membantu perekonomian sesama kita. :)

Cerita bersambung, tunggu cerita berikutnya,,hihihihi