Hai
bertemu lagi dengan kami yang untuk pertama kalinya berwisata ke Borobudur. :-D
Apa
yang kalian rasakan saat melihat bangunan tua nan bersejarah itu tepat berada
di depan mata kalian?
Senang
luar biasa. Senang banget dong. Bisa berkunjung ke candi yang hanya bisa
dilihat dari buku-buku pelajaran IPS saat SD, yang hanya bisa dilihat lewat
siaran TV. Apalagi untuk kami berdua duo
es (Sulawesi dan Sumatera) hahaha.
Sesaat
setelah sampai depan pintu gerbang menuju Candi, terlebih dahulu kami melepas
lelah. Bukan melepas sepatu apalagi melepas baju. Ditambah lagi cuaca memang
sungguh sangat panas hari itu. Sambil menunggu para pria selesai jum’atan, kami
menumpang berteduh dari teriknya sengatan matahari di bawah pohon di sekitar
loket penjualan tiket masuk. Begitu jum’atan selesai, kami pun langsung menuju masjid
tersebut. Ada sesuatu yang tidak terduga terjadi selepas kami keluar dari
masjid. Saat akan mengenakan sepatu, aku,
sambil celingak-celinguk ke sana ke mari mencari sesuatu.
“ngapain
Petri?” Kata ka Maya.
“sepatu
aku ga ada, ka Maya” jawabku.
“coba
cari di tempat mas yang lagi ngelap sepatu itu” kata ka Maya lagi.
“udah
dicari tapi kok ga ada ya, di situ yang ada Cuma warna hitam” kataku.
‘coba
tanya mas nya, Petri” lanjut ka Maya.
Aku
pun menanyakan perihal sepatuku yang hilang entah ke mana tersebut. Menurut
keterangan dari mas yang ngelap sepatu, dari tadi hanya ada sepatu warna hitam
itu di situ, dia ga melihat keberadaan sepatu aku yang berwarna coklat. Dan
pada akhirnya aku merelakan untuk membeli sendal baru di kios penjual
cinderamata. Sepertinya sepatu itu sudah bertukar pemilik. Emang dasar sepatu
pasaran yah, banyak yang sama. Hihihi
Setelah
pengurusan sepatu beres, kami pun menuju loket penjualan karcis masuk. Yes,
akhirnya kesampaian juga melihat langsung candi ini gumamku dalam hati.
Jarak bangunan candi dari pintu masuk
pemeriksaan karcis tersebut lumayan jauh pemirsa. Dan ingat, kami ke sana saat
matahari begitu terik dengan sengatan tajamnya. Sebenarnya di luar tadi ada
beberapa tawaran untuk menyewa payung, namun ditampik oleh kami. Alasannya
apalagi kalau bukan “ini wisata murah meriah”. Ditambah lagi, pengalaman
tinggal di Kota Hujan selama 4,5 tahun membuatku selalu membawa payung, walaupun
“payung egois” (hanya muat untuk seorang) ke mana pun aku pergi.
Semakin jauh kami melangkah, teriknya
mentari semakin terasa. Payung pun kami kembangkan untuk sekedar menahan
paparan sinar ultraviolet agar tak mengenai kulit kami. Tsaah, bahasanya, hahaha. Mendekati bangunan candi, kami diberikan
selembar kain batik untuk digunakan sebelum menaiki Candi tersebut, dan ini
wajib dililitkan ke badan kami. Terserah di bagian mana saja, yang disarankan
sih di bagian pinggang ke bawah. Seperti menggunakan kain di pantai itu loh.
Corak kain batiknya seperti ini |
Nah beres dengan hal-perihal kain batik
ini, kami dihadapkan dengan anak tangga yang sungguh sangat bisa membuat kaki
yang tadinya sudah merasa pegel semakin bertambah pegel. Entah ada berapa anak
tangga yang kami lalui di bawah terik matahari hari itu untuk sampai ke
bangunan utama Candi Borobudur. Ternyata untuk melihat sesuatu yang Masya Allah
itu membutuhkan perjuangan yang Naudzubillah.
Ini dia wajah lelah bin kepanasan kami
setelah melewati anak tangga yang banyak tadi.
Lelah namun tetap tersenyum cantik |
Lelah namun tetap tersenyum cantik |
Kami pun menuju bangunan utama Candi dan
mulai menaiki anak tangga (lagi). Dan yang lebih menakjubkan, anak tangga di
bangunan utama candi malah lebih susah untuk didaki sebab ukuran anak tangga
sangat tinggi. kami harus mengangkat lebih tinggi sebelah kaki, untuk dapat
melangkah di setiap anak tangganya. Aku yakin dan pasti nenekku tidak akan pernah
mau berkunjung ke sini. hahaha
Capek kan? Panas kan ? pegel kan? Haus kan?
Namun tetap BAHAGIA
Model payung dadakan (2) |
Model payung dadakan (1) |
Dengan sabar dan tentunya dengan tetap
mengambil gambar di tiap sudut candi, kami menaiki anak tangga demi anak tangga
tersebut. Pada akhirnya sampailah kami di tempat ini.
Masih panas ini, kain batik udah jadi tutup kepala |
Gaya kali ini. hahaha |
Ah, tempat ini yang sangat ingin aku lihat,
stupa-stupa tersusun rapi mencoba membawa kita ke masa Dinasti Syailendra.
Seperti apa orang-orang zaman dahulu kala itu membangun tempat ini. Bahkan
menurut keterangan yang pernah aku baca, arsitek yang merancangnya beserta
konsep-konsep cara berpikirnya masih belum diketahui secara pasti hingga saat
ini. Sedikit mengenai sejarah Candi Borobudur ini, menurut seorang ahli bernama
Casparis, berdasarkan interpretasi prasasti Karang Tengah dan prasasti Cri
Kahulunan, pendiri Candi Borobudur adalah Samaratungga yang memerintah tahun
782-812 M pada masa Dinasti Syailendra. Candi ini dibangun untuk memuliakan
agama Budha Mahayana yang dianut oleh masyarakat pendukungnya pada masa itu
(menurut keterangan yang tertulis di papan informasi).
Oke, pelajaran sejarah usai dan kita
kembali ke pelajaran wisata lagi.
Lepas jepret sana jepret sini, kami pun
istirahat sebentar. Cape bo, panas lagi.
Namun cuaca seperti ini sungguh sangat
membuat kami bersyukur, Alhamdulillah. Gak kebayang kalo hari itu mendung dan
turun hujan deras. Maka foto-foto ini mungkin takkan pernah ada. Hihihi
Melewati pukul 2 siang itu, Alhamdulillah
matahari menarik sedikit sinarnya di sekitar bangunan Candi tersebut. Terik
berkurang, dan kamera yang kami gunakan memasuki fase “hampir tak bisa
digunakan” alias low bat. Kami
putuskan untuk jalan-jalan saja sambil sesekali memperhatikan turis asing yang
datang hari itu juga. Ada rombongan turis Jepang, Korea, Perancis, dan juga Belanda
yang ada bersama kami menikmati objek wisata bersejarah tersebut. darimana kami
tau kalau para turis itu berasal dari negara-negara tadi. Dari mana lagi kalau
bukan dari hasil “nguping” pembicaraan antar mereka. Hahaha. Ada juga beberapa
tour guide yang menggunakan bahasa belanda dan juga Prancis, bukan bahasa
Inggris. Kalau Korea, sangat dengan mudah kami tebak berkat hobi menonton drama
korea dan mendengarkan kpop. Oh sarangheyo. Hihihi
Dan perjalanan wisata kami pun selesai
tepat pukul 3 sore itu. kami turun dan mencari arah keluar dari bangunan Candi.
Menyusuri para pedagang cinderamata dan dengan rahmat Allah SWT, sampailah kami
ke masjid yang sebelumnya tadi. Aduh masjid apa ya namanya, lupa. Sholat ashar,
pergi makan dan say good bye to Candi
Borobudur, semoga perjalanan kami kali ini bermanfaat. Aamiin.
“Ka Maya, kapan kita ke mana? “ mengutip
pertanyaan yang sering dilontarkan Lela.
Jika kalian punya uang yang lebih, sisihkan
agar bisa digunakan berpetualang dan mengunjungi tempat-tempat yang WOW. Jangan
hanya untuk membeli barang, karena barang bisa rusak bahkan habis, namun
kenangan itu akan tetap ada.