Tanggal 8 Mei 2015 jatuh pada hari Jumat dan hari terakhir aku
berada di kota Kendal.
Sehari sebelumnya.
Masih di kediaman Lainil, rumah yang jadi tempat melepas lelah setelah acara pernikahan Nurus.
Kumandang adzan maghrib pada
kamis sore itu baru saja usai. Sesaat setelahnya, Hp nokia-ku berdering. Nada
dering khusus panggilan keluarga. Dengan segera aku menekan tombol hijau di
hape nokia kesayanganku tersebut. Terdengar suara berat seseorang dari seberang
sana. Suara Papa. Setelah mengucap Salam, Papa menanyakan posisiku saat ini.
Pertanyaan kedua yang pasti dan selalu ditanyakan saat kami berbincang melalui
telepon.
Sebelumnya, aku telah meminta izin
dan memberi kabar bahwa akan berkunjung ke nikahan salah satu teman di Kendal.
Mama menanyakan seperti apa acara prosesi adat dan kebiasaan orang-orang di
sini saat melangsungkan upacara pernikahan. Dan perbincangan mengalir seperti
biasa. Sebelum menutup telepon tak lupa aku menitipkan pesan untuk adikku. Aku
meminta hadiah ulang tahun darinya. Hahahaha. Kakak yang semena-mena.
Saat topik obrolan kami berganti
menjadi ‘ulang tahun’, Mama menanyakan
berapa usiaku tahun ini. Seketika aku berpikir, jangan-jangan aku bukan anak
mereka. Aduh, efek sinetron mana lagi ini. Hahaha.
Mama berujar, bahwa saat usia mama seusiaku saat
ini, beliau sudah memiliki tiga anak dan pensiun dari melahirkan. “kamu udah
tua di sekolah, nak” begitu kira-kira kata Mama. Walaupun Mama dan Papa seakan
meledekku. Namun tak pernah sekalipun mereka menanyakan kapan aku akan menikah.
Pertanyaan yang paling aku benci saat ini. Tahun ini, usiaku memang telah melewati ¼
abad. Dan belum pernah ada seorang pria
yang mengenalkan diri kepada mereka sebagai teman dekatku.
Kenapa jadi melow seperti ini
tulisanku.
Kembali ke topik utama. Sama
seperti orang-orang pada umumnya. Paling tidak mereka memiliki beberapa hari
spesial dalam hidupnya dan salah satunya adalah hari ulang tahun mereka
sendiri. Begitupun denganku. Delapan Mei adalah hari spesial dalam hidupku.
Hari ulang tahunku.
Intan adalah yang pertama
mengucapkan doa-doa untukku di hari itu. Disusul kemudian dengan Fadlia
Muhadjir, saudaraku seiman seatap selama 6 tahun di pondok pesantren. Kemudian
saat tiba kembali ke rumah kos, mba Afni, Lintang dan Mba Tri juga mengucapkan
selamat ulang tahun untukku.
Sehari kemudian, di sabtu sore.
Laela mengirim pesan lewat bbm, menanyakan apakah aku berada di kos atau tidak.
Laela ingin meminjam helm. Oke, kataku, aku di kos dan memang tidak berencana keluar
malam itu.
Pukul 7 lebih 15 menit, setelah
aku mengakhirkan doa selepas isya, Laela sudah nongol depan pintu kamarku yang memang sengaja kubuka.
“aku tunggu kabar dari temenku
dulu ya kak Petri” kata Laela
“emang mau jemput teman di mana,
Lela?” tanyaku
“di Janti, kak Petri” jawab Laela
“temannya dari mana?” tanyaku
lagi.
“dari ini, mmm, apa nih, dariiiii
Purbalingga, iya Purbalingga” jawab Laela sambil mengutak-atik smartphone nya.
Tak lama berselang setelah Laela
menjawab pertanyaan terakhir tadi, tiba-tiba dua perempuan kece muncul di depan
pintu kamarku sambil membawa sekotak pizza sembari mengucapkan “selamat ulang
tahun”. Waah aku begitu terkejut dan terharu. Ternyata teman yang dimaksud
Laela adalah dua perempuan ini. Dan kenyataannya, mereka berdua berasal dari
Banjarnegara dan Medan. “ini mah bukan dari Purbalingga, Lela” sahutku. Hahaha
Hari itu, sebenarnya aku agak
kurang enak badan. Nafsu makan berkurang. Kalaupun makan, kadang terasa mual.
Malam sebelumnya saat tiba di rumah kos, aku juga muntah setelah makan beberapa
suap nasi. Sepertinya aku masuk angin dan kelelahan akibat perjalanan pulang
dari Kendal. Tapi kemudian malam itu, aku begitu bersemangat bertemu dengan 3
perempuan kece ini, Laela, Intan dan ka Maya. Sepertinya mereka menjadi mood
boosterku malam itu. Terima kasih banyak dan kamsahamnida. Sarangheyo for you
all pokoknya mah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar