Tes Potensi Akademik

Kamis, 19 Mei 2011

Terima Kasih yang Tertunda

Di pagi hari yang “ngantuk” aku dibangunkan oleh sms dari Okta. “Pet, aku nganggur bosan, pengen maen ke tempat tante, ke Gunung Mas, Petri sibuk?” begitu isi smsnya. Sedikit lama aku berpikir dan memutuskan untuk mengiyakan ajakannya. Niat untuk silaturahmi ke rumah tante di puncak sudah lama terpendam, dan alhamdulillah akhirnya ada yang mengajakku untuk bertandang ke sana.

Kembali berjalan menyusuri kebun teh mengingatkan aku akan masa-masa PL (Praktek Lapang) di bulan Juli tahun 2010 kemaren. Praktek lapang selama kurang lebih 2 bulan itu dilaksanakan di PTPN VIII Kebun Panyairan,
Cianjur. Sebelumnya, sekedar info, kegiatan praktek lapang ini adalah mata kuliah wajib di departemen. Para mahasiswa diberikan kebebasan dalam memilih lokasi Praktek Lapang masing-masing dengan syarat masih terkait erat dengan bidang ilmu yang didalami.


Saat berbincang dengan teman-teman yang lainnya, secara kebetulan Anggy menceritakan kalau ia telah mendapatkan tempat PL di sebuah perkebunan teh di Cianjur. Anggy ingin mencari teman yang ingin PL di sana pula. Aku dan Okta tertarik mengikuti Anggy. Sebelum mengajukan surat izin PL ke UPT, kita harus memastikan tempat PL tersebut mau menerima atau tidak. Akhirnya kami bertiga memutuskan untuk mengunjungi salah satu sinder kebun di sana yang tak lain adalah om dari Anggy. Kami pun memperoleh memo bahwa kami bisa diterima untuk melaksanakan PL di sana. Hanya saja perlu mengurus surat izin terlebih dahulu ke kantor direksi di Bandung. Singkat cerita semua surat-surat itu telah lengkap sehingga alur cerita, kisah dan kenangan PL pun dimulai.

Banyak kisah yang tercipta dari kebersamaan kami di sana. Banyak kenangan yang tertinggal di jalanan penuh kabut. Jalan yang kami lalui setiap pagi. Dinginnya udara menusuk tulang masih teringat walau sekarang sudah tak terasa. Hujan deras yang selalu mengguyur setiap sore, yang membuat kami harus pulang lebih awal. Hujan yang berbeda dengan hujan di Bogor sebab di sana tanpa gelegar guntur. Mungkin ada tapi aku tak pernah mengalaminya. Sosok Anggy yang selalu penuh perhatian, Okta yang selalu lembut dalam sikapnya. Membuatku nyaman selama hampir 2 bulan. Aku tak pernah berpikir bisa bersama dengan mereka. Sebelumnya, kami tak pernah dekat selama di kelas. Hanya saling mengenal dan tegur sapa. Tapi di sana, kami lah yang paling dekat.

Walau tiap malam aku tidur berkaos kaki karena dingin, namun tidak dengan hatiku. Kehangatan yang ditawarkan oleh keluarga Om Eeng selalu membuatku tentram. Seperti di tengah keluarga sendiri. Kami telah dianggap seperti anak sendiri oleh Om dan Tante. Ditambah lagi kedua anak beliau yang menerima kami dan menganggap seperti kakak sendiri. Suatu ketika Om mendapatkan rejeki, kami pun ditraktir makan. Makan besar bersama. Saat ini pun aku rindu dengan mie tek-tek nya, aku rindu dengan udang asam manis di rumah makan depan pertamina tersebut. Lupa nama rumah makannya apa.

Anggy, terima kasih sudah mengajakku PL di sana. Bertemu dengan keluarga Om Eeng. Bercanda dengan Tante. Nonton bersama mba Dea dan de Ayu. Terima kasih selalu jadi “ojek” buat aku dan Okta. Jadi ingat juga ketangguhan Anggy mengendarai motor dengan dua penumpang di belakangnya (heheheh!). Dan untuk Okta, terima kasih telah menerimaku sebagai sahabat tak hanya selama di sana, tapi selama ini. Terima kasih telah bersedia berbagi cerita denganku. Aku tak punya saudara kandung perempuan tapi aku punya kalian berdua yang lebih dari saudara kandungku sendiri.

Untuk kalian berdua, untuk tante dan om, untuk mba Dhea dan de Ayu, juga terima kasih atas segala kebaikan selama di sana. Semoga Allah membalas segala kebaikan kalian. Aamiin ya Rabb!

Tidak ada komentar: